KETIKA KOSTER DAN GANJAR MENJAGA BALI

KETIKA KOSTER DAN GANJAR MENJAGA BALI

Penulis : Anton DH. Nugrahanto

Pembatalan drawing Piala Dunia FIFA U20 di Bali dengan alasan adanya penolakan Gubernur Bali terhadap hadirnya timnas Israel sepertinya membikin FIFA ‘separuh ngambek’. Menyusul sejumlah pernyataan tokoh politik dari PDIP menyuarakan penolakan kehadiran timnas Israel. Pro kontra pun terjadi.

Tapi dalam soal ini kita harus mengamati basis argumentasi kader PDIP dalam penolakan kehadiran timnas Israel yang berdasarkan pada kesadaran sejarah. Dan pembelaan kemanusiaan yang terjadi di Palestina. Alasan terbesar adalah soal kemanusiaan seperti FIFA menolak Rusia karena serangan militernya terhadap Ukraina. Dan kini Indonesia melihat aksi Israel yang menginjak-injak rasa kemanusiaan.

Alasan kedua, ini banyak yang tidak tahu, adanya potensi ancaman berskala besar melalui aksi teroris sekiranya kesebelasan Israel hadir di Tanah Bali.

KETIKA KOSTER DAN GANJAR MENJAGA BALI

Kekuatiran Gubernur Koster sangat wajar karena Bali masih trauma atas bom yang terjadi tahun 2002 di Legian. Konstruksi berpikir Koster adalah menjaga Bali. Hal yang dilakukan Pak Gubernur ini senafas dengan FIFA yang meminta Rusia keluar dari Piala Dunia 2022. Dengan alasan kemanusiaan universal itulah Koster bersikap menolak Israel dengan alasan sama. Kemanusiaan dan hukum Internasional lewat resolusi PBB untuk menghentikan kekerasan yang dilakukan Israel.

Bagi Koster, kemanusiaan yang hakiki menjadi nafas kehidupan Bali. Jangankan soal kemanusiaan, pohon pun terjaga di Bali lewat konsep alam Trihita Karana. Inilah alasan Koster menolak Israel. Saya sungguh aneh, ada sebagian kecil masyarakat Bali yang bersikap negatif terhadap Pak Koster. Penolakan terhadap keputusan Koster sama saja menolak Bung Karno dalam alam pikir. Mereka tidak tahu Koster mengambil langkah yang berani dalam menjaga Bali. Dalam konteks ini, Ganjar memiliki kesepahaman yang sama atas pentingnya menyuarakan kemanusiaan itu.

Selain soal kemanusiaan penolakan Koster ada landasan sejarahnya.

Bung Karno. Perjuangan Bung Karno di lapangan dunia Internasional dalam membebaskan negara-negara terjajah dari kolonialisme dan imperialisme. Dalam pergaulan Internasional Bung Karno mendeskripsikan Indonesia yang terjajah sebagai bagian dari life line of imperialism dari Selat Gibraltar, Laut Tengah sampai ke Tiongkok Selatan. Nasib Indonesia menyadari sebagai bagian dari keterjajahan sepanjang garis itu maka kemerdekaan Indonesia jadi langkah pertama memerdekakan negara-negara Asia Afrika.

Kesadaran geopolitik Sukarno yang terbangun sejak tahun 1930-an bahwa kolonialisme dan imperialisme bukan persoalan Indonesia semata. Tapi juga menjadi masalah dunia. Maka Bung Karno mempersatukan negara-negara Asia-Afrika yang terjajah dalam satu konferensi besar di Bandung tahun 1955. Bahkan dalam KAA 1955 ada kesepakatan dari negara- negara peserta lewat komunike politik dukungan kemerdekaan Palestina. Sampai sekarang penjajahan Israel terhadap Palestina masih terjadi. Kesadaran sejarah geopolitik orang-orang Indonesia yang terlemahkan sepanjang Orde Baru maka seakan persoalan Israel tidak bergema kuat lagi. Di sinilah para kader PDIP mempelopori kebangkitan alam geopolitik Sukarno dalam perjuangan kemerdekaan nasional negara-negara yang masih terjajah.

Bung Karno secara geopolitik juga menawarkan pada dunia Internasional, suatu ideologi Pancasila yang merupakan sublimasi ideologi-ideologi besar dunia. Dalam Pancasila dan konstitusi UUD 1945 menolak keras penjajahan.

Perjuangan politik Bung Karno membuahkan hasil setelah sukses mengadakan KAA 1955 di Bandung, dan setelahnya membangun Gerakan Non Blok (GNB). GNB adalah persatuan dari negara-negara yang tidak terafiliasi Amerika-Inggris dan Uni Sovyet. Tujuannya membangun tatanan dunia baru berdasar pada perdamaian dunia.

Bahkan sikap keras Bung Karno terhadap Israel selain melarang tampilnya Indonesia melawan Israel pada tahun 1958. Bung Karno juga menolak kehadiran atlet Israel pada Asian Games 1962 yang kemudian ada sangsi hukum komite olahraga internasional. Bung Karno tetap kukuh pendiriannya dengan membentuk Pesta Olahraga Negara-Negara Baru, Games New Emerging Forces (GANEFO).

Penentangan kehadiran tim Israel oleh kader-kader PDIP seperti ketika I Wayan Koster dan Ganjar Pranowo, juga dari Jawa Barat Ketua DPD PDIP Jabar Ono Surono dan ketua DPD PDIP Jatim Said Abdullah bukan pernyataan politik elektoral tapi sebuah kesadaran sejarah.

KETIKA KOSTER DAN GANJAR MENJAGA BALI

Mereka sudah tergembleng dalam Sekolah Politik untuk kesadaran ideologi dan kesadaran geopolitik. Mereka tumbuh dalam alam kesadaran Bung Karno dalam melihat geopolitik dunia.

Bahkan khusus Gubernur Bali Wayan Koster selain kesadaran ideologi, langkah penolakan timnas Israel berdasar pada langkah maksimum mengamankan Bali dari serangan teroris. Kita ingat peristiwa Pembantaian Olimpiade Munich 1972 yang tertuju pada atlet-atlet Israel. Bali yang masih trauma atas bom Bali 2002 tak ingin kehadiran tim Israel menjadi alasan pembenaran berlakunya serangan teroris. Jadi langkah Wayan Koster yang kini dirujak habis oleh netizen adalah langkah antisipasi menyelamatkan rakyat Bali dari kemungkinan serangan teroris.

Justru kader-kader PDIP berani mengambil resiko elektoral demi kesadaran sejarah atas komitmen politik yang dulu pernah oleh Bung Karno.

Situasi di Israel sendiri semakin buruk. Menguatnya sayap kanan Israel semakin memperluas wilayah jajahan. Anak-anak kena gebuk, orang-orang yang ingin sholat di Masjidil Aqsa di bawah pengawasan ketat. Pengurungan atas Gaza masih berlangsung sampai detik ini.

Silahkan cek beritanya Di Sini.

KETIKA KOSTER DAN GANJAR MENJAGA BALI

Bahkan Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich menyatakan “Palestina tak pernah ada” ini statemen langsung bahwa penjajahan Israel terhadap Palestina semakin brutal.

Kesadaran penolakan terhadap penjajahan Israel sekarang melemah bahkan ada yang berpendapat “kan Arab Saudi, Bahrain, Maroko, UEA” Justru pada soal soal prinsip bila kita kukuh maka Indonesia akan mendapat hormat negara-negara besar di dunia. Seharusnya sudah menjadi tugas Indonesia merintis geopolitik Internasional seperti di Timur Tengah selayaknya yang berlaku oleh RRC pada Arab Saudi dan Iran. Tapi apa daya persoalan ribut-ribut politik di dalam negeri sangat kuat sehingga mengurangi peran Indonesia di dunia internasional?

Hal yang dilakukan PDIP justru mendukung Jokowi untuk menjaga kehormatan bangsa lewat olahraga. Dan alasan PDIP tidak mengeluarkan sikap resmi melalui DPP ini karena PDIP tidak mau terbentur-benturkan antara PDIP dan Jokowi oleh kelompok oportunis. Justru yang salah adalah kepemimpinan PSSI sebelum Eric Thohir yang tidak menyampaikan kemungkinan Israel hadir dalam perhelatan FIFA U20.

Belajar dari kasus FIFA U20 adalah betapa pentingnya kita belajar sejarah yang benar. Belajar alam geopolitik Bung Karno yang membawa bangsa ini besar dan terhormat. Dan memusatkan pada perhatian terhapusnya imperialis dan kolonialis tak peduli alasannya. Karena sesungguhnya politik luar negeri Indonesia adalah keberpihakan yaitu berpihak pada penyusunan tatanan baru bangsa-bangsa yang bebas dari penjajahan.

Sementara untuk FIFA juga bisa menjadi pelajaran bagi mereka seperti sikap standar ganda yang keterlaluan. Bayangkan Rusia mereka klaim menganeksasi Ukraina belum sampai 1 tahun tapi Rusia terlarang bermain pada Piala Dunia 2022. Sementara Israel sudah menganeksasi Palestina nyaris 80 tahun, namun Israel tak ada sanksi sama sekali.

KETIKA KOSTER DAN GANJAR MENJAGA BALI

Bila FIFA menjatuhkan sanksi pada Indonesia karena penolakannya terhadap tim Israel maka ini akan jadi konsekuensi besar Indonesia berpihak pada kemanusiaan dan konstitusi yang tersepakatinya sejak 1945. Semoga sanksi tersebut tidak terjadi karena kita semua percaya pada Presiden Jokowi dan melalui Menlu dan Menteri BUMN bisa memgambil terobosan mencari solusi yang membuat semua pihak happy.

Namun toh sekiranya sanksi tetap diberikan karena Indonesia membela kemanusiaan, setia pada sejarah dan hukum internasional, maka tidak perlu berkecil hati. Indonesia tetap akan tercatat sebagai bangsa yang berdiri dengan kepala tegak, terhormat, dan berwibawa di mata dunia Internasional.

Alasan segelintir orang yang meneriakkan “Safe Soccers” juga berlebihan. Mereka tidak melihat, justru dengan ketegasan Koster, Ganjar dan kader PDIP lainnya, bangsa ini kembali melek sejarah dan lalu berjuang keras membangun kesebelasan yang handal. Dalam sepakbola, Indonesia tidak hanya jadi event organizer, namun kedepan membangun tim bola yang handal.

Dalam beragam pro kontra itu, saya justru menaruh hormat pada Koster, Ganjar, Said Abdullah, Ono Surono, dan Adi Sutarwiyono, Gus Ipin Bupati Trenggalek. Keberanian merekalah yang justru akan membangunkan kesadaran sejarah dan pentingnya olah raga yang tidak boleh menafikan kemanusiaan.

KETIKA KOSTER DAN GANJAR MENJAGA BALI

Indonesia bisa hancur hanya oleh orang Indonesia !

Nusanatara; Desain website oleh Cahaya Hanjuang

1-1-1679997094

Get involved!

Get Connected!
Come and join our community. Expand your network and get to know new people!

Comments

No comments yet