Yang Terlupakan

Pada tahun 1998, Munir ikut serta mendirikan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS). Sebuah lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang hak asasi manusia, terutama penghilangan paksa dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya.

Sebagai Koordinator Badan Pekerja KontraS, Munir ikut menangani kasus penghilangan paksa dan penculikan para aktivis HAM pada tahun 1997-1998 dan mahasiswa korban penembakan pada Tragedi Semanggi (1998). Ia juga berperan aktif mengawal dan mengadvokasi kasus-kasus pelanggaran HAM berat di Aceh pada masa Operasi Jaring Merah (1990-1998) dan Operasi Terpadu (2003-2004).

Kematian

Tiga jam setelah pesawat GA-974 lepas landas dari Singapura. Awak kabin melaporkan kepada pilot Pantun Matondang bahwa seorang penumpang bernama Munir yang duduk di kursi nomor 40 G menderita sakit. Munir bolak balik ke toilet. Pilot meminta awak kabin untuk terus memonitor kondisi Munir. Munir pun pindah duduk di sebelah seorang penumpang yang kebetulan berprofesi dokter yang juga berusaha menolongnya pada saat itu. Penerbangan menuju Amsterdam menempuh waktu 12 jam. Namun dua jam sebelum mendarat 7 September 2004, pukul 08.10 waktu Amsterdam di Bandara Schipol Amsterdam, saat diperiksa, Munir telah meninggal dunia.

Pada tanggal 12 November 2004, keluar kabar bahwa polisi Belanda (Institut Forensik Belanda) menemukan jejak-jejak senyawa arsenikum setelah otopsi. Hal ini juga terkonfirmasi oleh polisi Indonesia. Belum tahu pelaku yang telah meracuni Munir pada saat itu.

Yang Terlupakan

Jenazahnya pemakaman di Taman Makam Umum Kota Batu. Ia meninggalkan seorang istri bernama Suciwati dan dua orang anak, yaitu Sultan Alif Allende dan Diva. Sejak tahun 2005, tanggal kematian Munir, 7 September, oleh para aktivis HAM tercanangkan sebagai Hari Pembela HAM Indonesia.

Proses Pengadilan

Pada 20 Desember 2005 Pollycarpus Budihari Priyanto menerima vonis 14 tahun hukuman penjara atas pembunuhan terhadap Munir. Hakim menyatakan bahwa Pollycarpus, seorang pilot Garuda yang sedang cuti, menaruh arsenik dalam makanannya. Karena dia ingin mendiamkan pengkritik pemerintah tersebut. Hakim Cicut Sutiarso menyatakan bahwa sebelum pembunuhan Pollycarpus menerima sejumlah panggilan telepon dari sebuah telepon yang terdaftar oleh agen intelijen senior. Tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Selain itu Presiden SBY juga membentuk tim investigasi independen. Tetapi hasil penyelidikan tim tersebut tidak pernah terbit ke publik.

Yang Terlupakan

Pada 19 Juni 2008, Mayjen (purn) Muchdi Purwoprandjono, ditangkap dengan dugaan kuat bahwa dia adalah otak pembunuhan Munir. Beragam bukti kuat dan kesaksian mengarah padanya. Namun, pada 31 Desember 2008, Muchdi terima vonis bebas. Vonis ini sangat kontroversial dan kasus ini peninjauan ulang, serta 3 hakim yang memvonisnya bebas kini tengah mendapat pemeriksaan.

Pembocoran Yang Terlupakan Oleh Bjorka 2022

Pada September 2022, kasus pembunuhan berencana terhadap Munir yang terlupakan kembali ramai jadi perbincangan di media sosial. Ini pasca munculnya sosok anonim yang bekerja sebagai peretas (hacker) bernama Bjorka yang membongkar sejumlah data negara. Termasuk di dalamnya data pribadi para pejabat negara mulai dari Menteri BUMN Erick Thohir hingga Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate, melalui akun Telegram.

Tepat sebelum akun Twitter dan Telegramnya mengalami penutupan oleh pihak platform, Bjorka menyampaikan kronologi atas dalang di balik pembunuhan Munir.

Bjorka menjelaskan bahwa dalang dari pembunuhan Munir adalah Muchdi Purwopranjono. Muchdi memang sempat terima ketetapan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian pada 19 Juni 2008. Pada saat ia terima ketetapan sebagai tersangka, ia juga dicurigai memiliki motif sakit hati terhadap Munir. Keberanian Munir untuk menyuarakan permasalahan keterlibatan Tim Mawar dalam penculikan sejumlah aktivis berdampak pada karir Muchdi yang kala itu menjabat sebagai Kopassus Tim Mawar. Akhirnya, karir Muchdi pun sempat berhenti karena masalah tersebut. Alasan tersebut pun tersampaikan dan penegasan kembali oleh Bjorka.

Muchdi pertama kali mendapat pemeriksaan pada 16 Mei 2005. Hasil serangkaian pemeriksaan menunjukkan Pollycarpus Budihari Priyanto dan Muchdi aktif melakukan komunikasi pada periode September hingga Oktober 2004. Namun, dalam kesaksiannya di pengadilan pada 17 November 2005, ia menyangkal punya hubungan khusus dengan Pollycarpus.

Bjorka menjelaskan bahwa

Muchdi menggunakan Pollycarpus, yang saat itu juga merupakan jaringan non-organik BIN,

untuk membunuh Munir. Saat itu, Pollycarpus bekerja sebagai pilot di Garuda Indonesia. Pasalnya, saat itu, mereka mengetahui bahwa Munir akan terbang ke Belanda menggunakan Garuda Indonesia.

Selepas itu, Pollycarpus mulai bergerak untuk bisa menjadi keamanan penerbangan agar dirinya bisa masuk ke setiap pesawat. Termasuk pesawat yang nantinya akan jadi tumpangan Munir. Pollycarpus pun membuat surat rekomendasi kepada PT. Garuda Indonesia untuk menetapannya sebagai pihak keamanan menggunakan komputer yang terletak di ruang staf di Deputi V BIN. Dalam proses pembuatan surat tersebut, Budi Santoso dari BIN pun mengetahuinya.

Budi Santoso sendiri memang sempat hadir sebagai saksi dalam proses persidangan tersebut. Budi Santoso menjadi salah satu pihak yang akhirnya turut membongkar bahwa Pollycarpus dan Muchdi saling mengenal—pasca sebelumnya keduanya menyangkal bahwa mereka saling mengenal.

Selepas itu, jelas Bjorka, Pollycarpus pun menyerahkan surat dari BIN yang telah bertanda tangan — berisikan informasi bahwa ia terima tugas untuk membunuh Munir—kepada Direktur Presiden PT. Garuda Indonesia Indra Setiawan. Surat tersebut bernomorkan R-451/VII/2004. Pasca itu, Pollycarpus pun ditempatkan di bagian keamanan.

Kemudian Pollycarpus menelepon ke nomor Munir — yang saat itu diangkat oleh Suciwati — terkait dengan jadwal keberangkatan Munir. Pollycarpus pun mendapatkan informasi bahwa Munir akan terbang pada 6 September 2004 menggunakan Garuda Boeing 747-400 dengan nomor penerbangan GA-974.. Pollycarpus yang seharusnya menjadi pilot utama untuk penerbangan ke Peking, Cina, pada 5-9 September tersebut pun akhirnya bergabung dengan penerbangan Munir. Dalang dari peretasan ini juga masih belum bisa ditemukan. Namun pelaku menggunakan nickname “Bjorka”.

Prabowo Subianto

Pada 14 Juli 1998, Panglima ABRI membentuk sebuah Dewan Kehormatan Perwira. Dengan Ketua Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo dan beranggotakan enam orang letnan jenderal: Fachrul Razi (wakil ketua); Djamari Chaniago (sekretaris); Arie J. Kumaat; Agum Gumelar; Susilo Bambang Yudhoyono; dan Yusuf Kartanegara. Dewan ini memeriksa Prabowo dalam tujuh butir tuduhan. Salah satunya adalah “sengaja melakukan kesalahan dalam analisis tugas”, “melaksanakan dan mengendalikan operasi dalam rangka stabilitas nasional yang bukan menjadi wewenangnya, tetapi menjadi wewenang Pangab”, “tidak melibatkan staf organik dalam prosedur staf, pengendalian dan pengawasan”, dan “sering ke luar negeri tanpa ijin dari Kasad ataupun Pangab”. Selama persidangan, Prabowo mengklaim dirinya sebagai seorang tawanan perang yang terlindungi oleh Konvensi Jenewa dan kerap menggunakan haknya untuk tidak bicara, sehingga membuat frustrasi para anggota dewan yang sudah harus memakai rompi antipeluru.

Yang Terlupakan

Sebagai seorang perwira tinggi militer, Prabowo nendapat pengadilan berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Militer. Dalam putusannya, DKP memutuskan ia bersalah melakukan tindak pidana “ketidakpatuhan” (pasal 103 KUHPM); “memerintahkan perampasan kemerdekaan orang lain” (pasal 55 (1) ke-2 KUHPM dan pasal 333 KUHP); dan penculikan (pasal 55 (1) ke-2 dan pasal 328 KUHP). Menurut Fahrul Razi, dewan tersebut pada awalnya ingin menggunakan kata “pemecatan” pada putusan akhirnya. Namun, mempertimbangkan status Prabowo sebagai menantu dari mantan presiden, DKP akhirnya menggunakan kata “pemberhentian dari dinas keprajuritan”.

Pemberhentian Prabowo dari dinas militer menimbulkan kontroversi pada saat pemilihan umum 2009, bila politisi Gerindra Fadli Zon membantah bahwa Prabowo dipecat, melainkan “pemberhentian dengan hormat”.

Selengkapnya tentang Prabowo Subianto.

Sumber : Wikipedia

Yang Terlupakan

Nusanatara; Desain Website oleh Cahaya Hanjuang

Yang Terlupakan
About the author : Muhammad Rasul
Dihin pinasti anyar pinanggih.

Get involved!

Get Connected!
Come and join our community. Expand your network and get to know new people!

Comments

No comments yet